Syair Mahabah Cinta Sufistik Rabi’ah al-Adawiyah

Turn Off Light
Auto Next

Reviews

0 %

User Score

0 ratings
Rate This

Descriptions:

Buku terjemahan berjudul Pergulatan Hidup Perempuan Suci Rabi’ah al-Adawiyah (1999) karya Widad el-Sakkaini menjelaskan, suatu malam, tuannya terbangun dan mendengar keluh-kesah serta rintihan Rabi’ah. Dari celah-celah kamar, ia mengintip untuk mengetahui yang dilakukan oleh Rabi’ah dan ia melihat cahaya di seluruh isi kamarnya. Melihat kejadian itu, tuannya merasa malu dan akhirnya Rabi’ah dibebaskan pada esok harinya.

Setelah merdeka, perjalanan sufistik Rabi’ah dimulai dengan cara bernyanyi dan bermain seruling dan mengungkapkan kecintaannya pada Tuhan melalui syair cinta.

Rabi’ah sendiri tak merumuskan teori tentang cinta, sebagaiman teori cinta saat ini. Para ulama dan kaum sufi mengutip syair-syair dan kalimat-kalimat Rabi’ah. Dari sinilah lahir teori-teori dan konsep yang secara umum dikonotasikan mahabbah Rabi’ah.

Misalnya dalam syair berikut, Rabi’ah mengatakan, “Aku mencintai-Mu dengan dua macam cinta // Cinta rindu dan cinta karena Engkau layak dicinta // Dengan cinta rindu // Kusibukan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu // dan bukan selain-Mu // Sedangkan cinta karena Engkau layak dicinta // di sanalah Engkau menyingkap hijab-Mu // agar aku dapat memandangmu // Namun tak ada pujian dalam ini atau itu // Segala pujian hanya untuk-Mu dalam ini atau itu.”

Dari syair di atas, kita tahu bahwa sebenarnya konsep cinta Rabi’ah secara terminologi merujuk pada konsep cinta sejati (al-Hubb al-Haqiqi) dan cinta profan (al-Hubb al-Danasi). Istilah pertama sering kali dipergunakan untuk mengekspresikan rasa cinta pada Tuhan. Sedangkan istilah yang kedua dipergunakan untuk selain Tuhan.

Baca Juga:   14 Ratu Gaib Penguasa Nusantara

Pada suatu ketika Rabi’ah ditanya perihal cinta. Ia menjawab, “Sulit menjelaskan apa hakikat cinta itu. Ia hanya memperlihatkan kerinduan gambaran perasaan. Hanya orang yang merasakannya yang dapat mengetahuinya. Bagaimana mungkin engkau dapat menggambarkan sesuatu yang engkau sendiri bagai telah hilang dari hadapan-Nya, walaupun wujudmu masih ada karena hatimu yang gembira telah membuat lidahmu bungkam.”

Demikian halnya ketika ditanya, “Apakah Rabi’ah tidak mencintai rasul?”. Ia hanya menjawab, “Ya, aku sangat mencintainya, tetapi cintaku kepada pencipta membuat aku berpaling dari mencintai makhluknya.”

Pujian-pujian Rabi’ah kepada Tuhan terekam dalam buku Mahabbah Cinta (2017) karya Asfar dan Otto Sukatno, yang memperlihatkan betapa dalam cinta Rabi’ah kepada Ilahi.