Legenda Baru Klinting, Asal Usul Telaga Ngebel

Turn Off Light
Auto Next

Reviews

0 %

User Score

0 ratings
Rate This

Descriptions:

Legenda Baru Klinting Asal Usul Telaga Ngebel. Kisah Baru Klinting, Anak Ular yang Berubah Menjadi Manusia. – Dahulu kala, terdapat sebuah pasangan suami istri yang terkenal yaitu Ki Ageng Mangir dan Nyai Roro Kijang. Mereka hidup bahagia dalam kebersamaan mereka. Namun, suatu hari, Nyai Roro Kijang membuat sebuah kesalahan yang besar. Ia memangku Pusaka Cundrik milik Ki Mangir tanpa izin. Kesalahannya ini membuatnya merasa sangat bersalah, dan untuk menebus kesalahan tersebut, Nyai Roro Kijang harus melakukan tapa di tengah rawa yang cukup terpencil.

Saat ia sedang bertapa, sebuah kejadian tak terduga terjadi. Nyai Roro Kijang melahirkan seorang anak, namun anak yang dilahirkan bukanlah seorang manusia biasa. Anak tersebut ternyata berwujud ular dengan mahkota dan sisik emas yang indah.

Merasa malu dan terkejut dengan kelahiran anak ular tersebut, Nyai Roro Kijang memberikan anak itu sebuah lonceng dan meninggalkannya. Ketika sang ular dewasa, ia merasa bingung dan ingin mencari tahu tentang asal-usulnya. Setiap kali ular tersebut bergerak, terdengarlah suara lonceng yang diberikan oleh ibunya. Akhirnya, ular tersebut berhasil menemui Nyai Roro Kijang, ibu kandungnya.

Nyai Roro Kijang meminta ular tersebut untuk mencari ayahnya yang sedang melakukan tapa di kaki Gunung Wilis. Dengan penuh semangat, ular tersebut diberi nama “Baru Klinting” dan pergi mencari ayahnya. Setelah perjalanan yang panjang, Baru Klinting akhirnya bisa bertemu dengan ayahnya di Gunung Wilis.

Baca Juga:   Lirik sholawat Jibril tulisan arab latin terjemah

Baru Klinting menerima perintah dari ibunya dan ayahnya untuk melakukan tapa dengan melingkari Gunung Wilis sebagai syarat agar bisa berubah menjadi manusia. Tanpa ragu, Baru Klinting menyanggupi dan melaksanakan tapa tersebut. Ia bertapa selama tiga ratus tahun penuh dengan penuh kesabaran.

Beberapa abad berlalu, ada sebuah desa yang merencanakan kegiatan bersih desa. Kepala desa meminta bantuan kepada warga untuk berburu hewan di hutan sebagai hidangan dalam jamuan. Namun, upaya mereka tidak membuahkan hasil. Tidak ada satu pun hewan yang berhasil ditangkap, sehingga semua warga merasa lelah dan putus asa.

Akhirnya, para warga memutuskan untuk beristirahat sambil menunggu hewan yang melintas. Salah satu warga, dengan kelelahan, menancapkan kapaknya pada pohon besar yang akhirnya roboh. Kejadian tersebut mengejutkan semua warga karena mereka menemukan seekor hewan besar yang terjatuh. Tanpa berpikir panjang, mereka segera memotong dan mengambil daging hewan tersebut.

Dengan kegembiraan, semua warga pulang ke desa dan melanjutkan kegiatan bersih desa. Semua warga berkumpul dan menikmati hidangan lezat dari hewan yang mereka buru.

Namun, di tengah kegembiraan tersebut, ada seorang anak kecil yang kelaparan dan penuh luka. Ia berusaha memohon belas kasihan kepada warga agar diberikan makanan. Namun, dengan sikap sombong, warga mengusirnya dan memintanya pergi. Bahkan kepala desa dan semua warga tidak menyukai kehadiran anak yang buruk rupa tersebut.

Baca Juga:   Kenapa Beli Truck Di Dealer Cuma Dapat Sasis Dan Mesinya

Melihat perlakuan yang tidak adil ini, seorang nenek tua bernama Nyai Latung merasa iba. Ia datang dan memberikan makanan kepada anak itu. Dengan senang hati, anak tersebut melahap makanan yang diberikan oleh Nyai Latung. Setelah makan, secara ajaib tubuhnya pulih dan luka-lukanya sembuh.

Dalam kebaikan hati Nyai Latung, anak tersebut memberikan pesan kepada warga. Ia mengatakan bahwa jika terjadi sesuatu di desa tersebut, warga harus segera membawa centong nasi dan naik ke atas lesung. Meskipun banyak yang bingung dengan pesan tersebut, Nyai Latung menyetujuinya.

Anak kecil itu pergi ke halaman rumah kepala desa. Ia menancapkan sebuah ranting pada pohon dan dengan tegas mengumumkan bahwa tidak ada seorang pun yang bisa mencabut ranting tersebut, kecuali dirinya. Tantangan tersebut membuat banyak orang mencoba mencabut ranting itu, namun tak satupun yang berhasil.

Anak kecil itu berkata dengan tegas, “Jangan merasa besar kepala dan merendahkan orang lain. Kalian semua akan mendapatkan karma karena telah memakan dagingku saat aku masih menjadi Baru Klinting, ular besar yang pernah bertapa di tempat kalian berburu.” Tanpa kesulitan, anak itu mencabut ranting yang tertancap dengan mudah.

Saat ranting tersebut dicabut, tiba-tiba dari bekas tancapannya, air mulai mengalir dengan deras. Air tersebut membanjiri halaman rumah kepala desa, memenuhi permukiman dan persawahan, dan menenggelamkan seluruh warga desa, kecuali Nyai Latung dan Baru Klinting.

Baca Juga:   Sudan: Negara Yang Memiliki 200 Lebih Piramida Kuno

Ternyata air yang keluar berasal dari telaga yang tersembunyi di bawah halaman rumah kepala desa. Nyai Latung dan Baru Klinting yang telah mempersiapkan lesung sebagai perahu dan centong sebagai dayungnya selamat dari bencana tersebut. Daerah yang tenggelam menjadi sebuah telaga yang dikenal sebagai “Telaga Ngebel”.

Baru Klinting, yang kini berganti nama menjadi Joko Baru, dan Nyai Latung menjadi penjaga dan penjaga telaga tersebut. Telaga Ngebel menjadi legenda yang dikenang oleh generasi berikutnya sebagai peringatan akan pentingnya memiliki hati yang baik dan tidak merendahkan orang lain. Kisah Baru Klinting mengajarkan tentang karma dan nilai-nilai kebaikan yang seharusnya dimiliki oleh setiap individu dalam bermasyarakat.